Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota berdasarkan Teori Sosiologi (Bagian 2)

E-mail Cetak PDF

Melanjutkan tulisan yang telah dijelaskan sebelumnya (bagian 1), teori lainnya disampaikan oleh Paul H. Landis dalam buku “Rural Life In Process”, 1948 yang menggambarkan ciri-ciri kebudayaan tradisional masyarakat desa, antara lain :

1. Sebagai konsekuensi dari ketidak berdayaan mereka terhadap alam, maka masyarakat desa yang demikian ini mengembangkan adaptasi [1] yang kuat terhadap lingkungan (alam) nya. Pertanian sangat tergantung kepada keadaan atau jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah, topografi, banyaknya curah hujan, dan lainnya. Lingkungan alam dengan elemen-eleman seperti itu cukup bervariasi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Maka masyarakat desa (petani) mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai kekhususan lingkungan alam itu sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam) nya.

 

2. Pola adaptasi yang pasif terhadap lingkungan alam berkaitan dengan rendahnya tingkat inovasi [2] masyarakatnya. Petani bekerja dengan alam. Elemen-elemen alam sebagaimana disebut diatas (jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah, dan sebagainya) sekalipun bervariasi tetap mengandung keajegan dan keteraturan tertentu. Dengan tingkat kepastian yang cukup tinggi terhadap keajegan dan keteraturan alam tersebut, maka mereka tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru. Semuanya serasa telah diatur dan ditentukan oleh alam.

3. Faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian masyarakatnya, sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam, orang desa umumnya mengembangkan filsafat hidup yang organis. Artinya mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu kesatuan. Refleksi dari filsafat semacam ini dalam hubungan antar manusia adalah tebalnya rasa kekeluargaan dan kolektivitas (kegiatan bersama yang didasarkan pada keinginan mencapai tujuan tertentu dan memiliki nilai solidaritas yang kuat).

4. Pengaruh alam juga terlihat pada pola kebiasaan hidup yang lamban. Kebiasaan hidup lamban ini disebabkan karena mereka sangat dipengaruhi oleh irama alam yang ajeg dan lamban. Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh hingga berbuah selalu melewati proses-proses serta tahapan tertentu yang ajeg. Meskipun manusia sudah dapat melakukan rekayasa tertentu sehingga dapat memperpendek usia tanaman dan meningkatkan produktivitasnya, namun tetap ada batasnya. Orang tidak dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman seperti memutar mesin. Maka masyarakat desa sering dicap statis (tidak berubah atau bergerak), bukan hanya karena mereka tidak inovatif tetapi juga karena lamban.

5. Dominasi alam yang kuat terhadap masyarakat desa juga mengakibatkan tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhayul yang berkaitan dengan iklim, udara, tanaman, dan binatang-binatang. Takhayul dalam hal ini merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam secara benar.

6. Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat desa terhadap alam juga nampak dalam aspek kebudayaan material (keseluruhan hasil karya atau artefak) mereka yang relatif bersahaja. Kebersahajaan itu nampak misalnya pada arsitektur rumah dan alat-alat pertanian.

7. Ketundukan masyarakat desa terhadap alam juga menyebabkan rendahnya kesadaran mereka akan waktu. Hal ini dapat dimengerti, karena alam memiliki irama sendiri. Alam tidak menempatkan orang kedalam kotak-kotak waktu, melainkan orang sendirilah yang menciptakan kotak-kotak waktu tersebut. Tanaman memiliki proses alami dengan paket waktu tersendiri terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang tinggal menanti proses yang alami itu. Akibatnya mereka tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.

8. Besarnya pengaruh alam juga mengakibatkan orang desa cenderung bersifat praktis. Artinya, mereka tidak begitu mengindahkan segi keindahan dan ornamen-ornamen. Berkaitan dengan sifat praktis ini, masyarakat desa juga cenderung kurang mengindahkan etika dalam pergaulan satu sama lain. Terlebih lagi mereka hidup dalam kelompok dan lingkungan primer, saling akrab, sangat mengenal satu sama lain. Dalam lingkungan semacam ini kurang memungkinkan mereka untuk menyembunyikan sesuatu dari teman atau tetangga. Maka mereka tidak perlu berbicara panjang lebar dan berbasa-basi satu sama lain. Hal ini mendorong tumbuh dan berkembangnya sifat-sifat jujur, terus terang dan suka bersahabat (friendly).

9. Pengaruh alam juga mengakibatkan terciptanya standar moral yang kaku di kalangan masyarakat desa. Moralitas dalam pandangan masyarakat desa adalah sebagai sesuatu yang absolut (final). Tidak ada kompromi antara yang baik dan buruk, cenderung pada pemahaman yang bersifat hitam putih (clear-cut definition). Dengan kata lain, tidak ada pengertian yang bersifat relatif mengenai baik dan buruk.

 

Keterangan (berdasarkan kamus sosiologi):

[1] Adaptasi atau adaptation dapat diartikan sebagai :

1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan;

2) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem;

3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah;

4) Penyesuaian dari kelompok terhadap lingkungan;

5) Penyesuaian pribadi terhadap lingkungan;

6) Penyesuaian biologis atau budaya sebagai hasil seleksi alamiah.

[2] Inovasi atau Innovation merupakan suatu unsur kebudayaan yang baru. Dapat juga diartikan sebagai penerimaan tujuan-tujuan kebudayaan dengan menyampingkan cara-cara yang telah melembaga.

Demikian karakteristik masyarakat desa yang digambarkan oleh Paul H. Landis. Namun dengan adanya perkembangan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan, beberapa karakteristik tersebut sudah tidak relevan atau jarang terlihat lagi.

Akhir kata, selamat berkarya dan sukses selalu dimanapun kita berada :D

 

Komentar

Tampilkan/Sembunyikan Form Komentar Please login to post comments or replies.