Pada tulisan sebelumnya (bagian 1) telah disebutkan bahwa salah satu dampak dari perpindahan penduduk dari desa ke kota adalah perumahan kumuh dimana sebagian besar masyarakat tidak memiliki tempat tinggal layak huni dan berakibat pada masalah kesehatan.
Selain tempat tinggal, permasalahan lain yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Menjamurnya Pekerjaan Sektor Informal
Keterbatasan lapangan pekerjaan di sektor formal [1] yang tidak sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk usia produktif mengakibatkan para pencari kerja yang tidak dapat masuk kesektor formal lebih memilih sektor informal yang relatif mudah untuk dimasuki (baca tulisan Susahnya memperoleh pekerjaan).
Agar tetap dapat bertahan hidup (survive), mereka yang tinggal dikota melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan daripada menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, lebih baik memiliki penghasilan meskipun dengan upah rendah/kecil dan tidak tetap.
Adapun pengertian dari sektor informal adalah kegiatan ekonomi yang tidak diatur atau dilindungi secara resmi oleh pemerintah, seperti usaha skala kecil dan pekerja mandiri. Sektor ini seringkali tidak kena pajak, tidak memerlukan izin usaha, dan memiliki karakteristik seperti penghasilan tidak menentu dan jam kerja yang tidak teratur. Contoh pekerja di sektor ini meliputi pedagang kali lima, pekerja rumah tangga, dan pekerja harian lepas.
Pekerja sektor informal yang sering kita jumpai di pinggir-pinggir jalan di pusat-pusat kota yang ramai akan pengunjung salah satunya adalah pedagang kaki lima, seperti penjual makanan kecil dan minuman baik yang menggunakan tenda, gerobak, meja lipat ataupun mengelar tikar. Ada juga pedagang musiman yang menjual bendera saat menjelang HUT RI, timun suri pada saat Ramadhan, jas hujan dan lain-lainnya. Mereka menyediakan barang-barang kebutuhan bagi golongan ekonomi menengah ke bawah dengan harga yang dijangkau oleh golongan tersebut. Tetapi, tidak jarang mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas juga ikut membeli barang yang dijual di sektor informal karena lebih mengutamakan fungsi barang tersebut meskipun tidak bermerk.
Adapun dampak positif dari kegiatan di sektor informal ini antara lain:
1. Sektor informal mampu menyerap tenaga kerja (terutama masyarakat kelas bawah dan tidak memiliki skill) yang cukup signifikan sehingga mengurangi problem pengangguran diperkotaan dan meningkatkan penghasilan kaum miskin diperkotaan (baca tulisan Saatnya upgrade skill anda),
2. Sektor informal mudah dijangkau (baik lokasi maupun harganya) sehingga cukup membantu pekerja sektor formal dalam memenuhi kebutuhan harian mereka, misalnya saja penjual makanan untuk sarapan (tonton video Donat Menul di Stasiun Matraman).
Namun, pertumbuhan sektor informal yang cukup pesat tanpa ada penanganan yang baik dapat mengakibatkan ketidakaturan tata kota. Sebagaimana kita ketahui, banyak pedagang kaki lima yang menjalankan aktifitasnya ditempat-tempat yang seharusnya menjadi Public Space yang merupakan tempat umum dimana masyarakat bisa bersantai, berkomunikasi, dan menikmati pemandangan kota. Tempat umum tersebut bisa berupa taman, trotoar, halte bus, depan stasiun dan lain-lain.
Trotoar yang digunakan untuk berjualan dapat mengganggu para pejalan kaki, seringkali kehadiran pedagang kaki lima tersebut mengganggu arus lalu lintas karena para konsumen pengguna jasa memarkirkan kendaraannya dipinggir jalan. Ketidakteraturan tersebut mengakibatkan Public Space kelihatan kumuh (terlebih lagi apabila pedagang tidak menjaga kebersihan dan merapikan sampahnya setelah berjualan) sehingga tidak nyaman lagi untuk bersantai ataupun berkomunikasi diruang publik.
2. Kemacetan lalu lintas akibat mobilitas yang tinggi
Pertambahan jumlah penduduk diperkotaan juga harus dibarengi dengan fasilitas transportasi umum yang murah namun tetap aman dan nyaman. Saat ini masih banyak orang yang lebih memilih kendaraan pribadi karena kualitas dan kuantitas tranportasi umum di kota masih kurang memadai. Mereka memilih berkelut dengan kemacetan dijalanan dari pada harus berdesakan di tranportasi umum (tonton video Perjuangan naik KRL hanya 8 gerbong).
Selain itu, belum semua transportasi umum terintegrasi dan mudah dijangkau oleh pekerja yang tinggal dipinggiran kota sehingga apabila dihitung dari biaya tranportasi yang dikeluarkan kadang justru lebih hemat menggunakan kendaraan pribadi seperti motor atau mobil bila dibandingkan dengan kendaraan umum.
Meskipun saat ini di Jakarta sendiri sudah cukup banyak pilihan tranportasi umum dan sudah terintegrasi, namun tetap harus senantiasa ditingkatkan kualitas pelayanan dan keamanannya, diperluas jangkauannya dan ada penambahan jumlah armadanya sehingga sedikit demi sedikit orang akan beralih ke transportasi umum karena lebih aman dan nyaman. (Lihat Playlist Transportasi Terintegrasi)
3. Tingkat kejahatan yang tinggi akibat biaya hidup yang tinggi
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa keterbatasan lapangan pekerjaan berdampak pada tingginya pertumbuhan sektor informal. Namun, tidak semua orang juga dapat memasuki dan berhasil pada sektor informal sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka memilih untuk melakukan kegiatan melanggar hukum seperti menjadi pencuri (kendaraan bermotor), pencopet di trasnportasi umum (menjadi salah satu alasan orang tidak mau naik kendaraan umum), menjual barang terlarang seperti narkoba ataupun melakukan penipuan.
Selain itu, media sosial yang seringkali menampilkan gaya hidup hedonis[2] membuat banyak orang lebih memilih jalan pintas untuk memiliki banyak uang (untuk memenuhi gaya hidup) tanpa harus bekerja keras dengan cara melakukan kegiatan melanggar hukum tanpa memikirkan dampaknya bagi diri sendiri apabila ketahuan ataupun dampak bagi korban kejahatan.
Demikian yang bisa saya sampaikan pada tulisan kali ini.
Selamat berkarya dan sukses selalu dimanapun kita berada :D
[1] Pekerjaan sektor formal adalah pekerjaan yang dilakukan di bawah aturan dan ketentuan yang diakui dan diatur oleh pemerintah, memiliki hubungan kerja yang terstruktur (biasanya melalui kontrak), serta mendapatkan perlindungan hukum dan hak-hak seperti gaji tetap, tunjangan, dan jaminan sosial. Contohnya adalah karyawan perusahaan, pegawai bank, PNS, dan pekerja kesehatan di RS/klinik.
[2] Gaya hidup hedonis adalah gaya hidup yang mengutamakan kesenangan dan kepuasan diri sebagai tujuan utama hidup, sering kali dengan mengejar kemewahan, kenyamanan, dan gratifikasi instan tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang. Seseorang yang menganut gaya hidup ini cenderung fokus pada kenikmatan materi dan kesenangan sesaat, seperti berbelanja berlebihan, memaksakan diri membeli barang mewah meski harus berutang, dan mengabaikan kebutuhan finansial dan kesehatan.







Komentar