Pada kesempatan ini saya masih akan membahas seputar pengemis jalanan. Seperti biasa saya terinspirasi oleh acara Hitam Putih, namun kali ini bukan karena bintang tamunya tetapi karena ucapan ustad Wijayanto mengenai perilaku pengemis.
Ustad Wijayanto kurang lebih mengatakan bahwa orang yang sehat dan masih bisa berusaha namun menjadi pengemis merupakan perbuatan yang dilaknat Allah SWT (untuk lebih jelasnya mungkin bisa lihat tayangan ulangnya di youtube, Hitam Putih 14 Juni 2016).
Jadi berdasarkan kata-kata ustad tersebut, menurut saya Allah SWT (Tuhan saya) tidak menyukai perbuatan meminta-minta padahal kondisi orang tersebut sehat dan sebenarnya masih bisa berusaha. Seperti yang sudah saya contohkan pada tulisan sebelumnya, bahkan ada tunanetra yang berkeliling menjajakan kerupuk dijalanan. Hitam Putih juga pernah mengundang bintang tamu seorang penyandang disabilitas dimana orang tersebut mampu bekerja dan bahkan membuka lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas lainnya.
Selain dari sisi agama seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sebenarnya beberapa tahun yang lalu ada peraturan yang mengatur tentang pengemis dan yang memberikan uang pada pengemis beserta sanksinya. Saat aturan tersebut dicanangkan, muncul pro kontra di masyarakat. Bagi yang kontra, mereka merasa uang yang mereka berikan adalah uang mereka sendiri dan hak mereka untuk memberikan kepada siapa. Ada juga yang berpendapat mau bersedekah atau berbuat baik kok dilarang. Namun kalau kita memberikan uang tersebut pada orang yang malas dan ternyata kaya, kira-kira mereka yang kontra itu masih mau memberi uang pada pengemis tidak ya?
Setelah search di mbah google, saya menemukan beberapa artikel yang membahas peraturan yang mengatur tentang pengemis, antara lain :
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Buku ke-3 tentang Tindak Pidana Pelanggaran pasal 504 dan pasal 505.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.
Kedua aturan tersebut berlaku secara umum atau seluruh Indonesia, namun beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) mengeluarkan aturan tersendiri yang biasa disebut Peraturan Daerah (Perda) dan hanya berlaku di wilayahnya. Pemerintah Daerah yang mengeluarkan Perda tentang Pengemis antara lain :
1. Peraturan Daerah (Perda) Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Pada pasal 40 Perda tersebut tidak hanya mengatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
2. Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial. Pada pasal 27 Perda tersebut menyebutkan tentang larangan untuk mengemis, sedangkan pasal 59 mengatur tentang sanksi apabila melanggar pasal 27.
(Sumber : http://lovelybogor.com/dilarang-memberi-uang-kepada-pengemis/)
Peraturan tentang pengemis dan pemberi serta sanksinya memang sudah ada namun pada kenyataannya aturan tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini dapat kita lihat masih banyak pengemis di jalanan terutama pada bulan Ramadhan dimana banyak pengemis memanfaatkan momen ini untuk meminta-minta karena orang berlomba-lomba berbuat kebaikan salah satunya memberi sedekah pada orang miskin.
Razia pengemis mungkin memang sudah sering dilakukan namun apakah razia tersebut juga dilakukan bagi para pemberi uang sebagai efek jera? Seperti saya baca artikel yang berjudul “Basuki: Kalau Orang Enggak Kasih Duit, Jakarta Bebas Pengemis” pada dasarnya apabila orang tidak mau memberikan uang pada pengemis kemungkinan tidak akan ada lagi pengemis dijalanan sehingga mereka beralih profesi. Mungkin ini sama seperti adanya pencabutan aturan tentang 3 in 1 di Jakarta menyebabkan tidak adanya lagi joki 3 in 1 yang biasa berjajar di pinggir jalan.
Hanya saja apabila Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah mengeluarkan suatu aturan harus bisa memberikan solusi bagi masyarakat. Misal membuka lapangan pekerjaan sehingga orang-orang yang benar-benar miskin dan harus mengemis bisa memperoleh pekerjaan yang layak. Selain itu, Pemerintah juga harus menyediakan pekerjaan tidak hanya bagi yang sehat secara fisik namun juga bagi penyandang disabilitas sehingga mereka bisa lebih merasa berguna.
Bagi pemberi uang, mungkin ada baiknya menyumbangkan sebagian harta berapapun nilainya pada lembaga-lembaga terpercaya yang bergerak pada bidang sosial atau ikut organisasi sosial yang membantu anak-anak putus sekolah dan lain-lain. Apabila merasa tidak percaya pada lembaga atau organisasi tersebut karena takut disalah gunakan, kita bisa membantu orang-orang di sekitar rumah atau kantor kita. Misal ada anak putus sekolah padahal dia pintar, kalau memang ada rejeki kita bisa menyekolahkannya.
Jika kita memberi pada pengemis, kita tidak tahu apakah mereka benar-benar miskin atau tidak apalagi sering saya melihat ada pengemis yang merokok. Memang mungkin yang kita berikan nilainya hanya Rp. 500,- atau Rp.1.000,- tetapi kalau ternyata orang tersebut memang pada dasarnya pemalas maka kita hanya akan mendidik orang itu menjadi lebih malas untuk bekerja. Apabila uang Rp.1.000,- itu kita kumpulkan setiap hari dan jumlahnya bisa untuk menyekolahkan seorang anak pintar yang putus sekolah, bukankah itu lebih baik dan bisa menyelamatkan masa depan anak tersebut? Kita tidak pernah tahu, mungkin suatu saat anak tersebut yang akan menjadi penolong kita saat membutuhkan.
Komentar