KAMU PILIH MANA : WARUNG MAKAN TETAP BUKA ATAU DITUTUP SELAMA RAMADHAN?

E-mail Cetak PDF

Pada tayangan Hitam Putih 14 Juni 2016 kemarin, saat sesi tanya Ustad Wijayanto beliau sempat ditanya tentang masalah razia warung makan yang buka pada saat bulan Ramadhan. Kurang lebih beliau menjawab bahwa razia yang terjadi baru-baru ini sebenarnya merupakan penerapan Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku di wilayahnya. Perda tersebut dibuat pasti karena ada sebabnya. Sama seperti misalnya Perda di Bali yang melarang semua orang melakukan aktivitas apapun pada saat nyepi.

Secara pribadi, menurut ustad Wijayanto membuka warung makan pada saat bulan Ramadhan itu boleh saja karena tidak semua orang berpuasa pada saat bulan Ramadhan sehingga tetap harus makan pada siang hari, misal non muslim, orang sakit dan perempuan yang sedang hamil ataupun haid. Hanya saja caranya tidak terlalu terang-terangan seperti menggunakan tutup agar tidak kelihatan dari luar. Ustad Wijayanto juga sempat mempertanyakan, apakah yang di razia hanya warung-warung kecil disekitar itu atu restoran besar yang sudah punya “nama” juga ikut di razia?

Selanjutnya beliau juga bercerita bahwa keluarganya pernah ketempatan siswa pertukaran pelajar dari Australia yang tinggal beberapa minggu dirumahnya. Kebetulan saat itu sedang bulan Ramadhan. Nah karena siswa tersebut non muslim maka dia tidak berpuasa dan tetap makan pada siang hari. Ustad pun tidak keberatan menemaninya makan direstoran pada siang hari...perlu dicatat “hanya menemani, tidak ikut makan karena beliau sendiri sedang berpuasa”.

 

Saya jadi teringat beberapa tahun lalu melakukan perjalanan dinas ke Medan pada saat bulan Ramadhan bersama seorang teman yang non muslim. Kalau tidak salah, kami sempat ke lapangan dan pada siang hari diajak makan di sebuah restoran. Saat itu saya sedang berpuasa sehingga hanya teman saya dan orang daerah yang makan akan tetapi saya tetap ikut masuk ke restoran tersebut dan hanya duduk. Mereka merasa tidak enak karena saya sedang berpuasa namun saya bilang saya sudah niat berpuasa jadi tidak apa-apa. Kalau sudah niat, apapun godaannya pasti tidak akan tergoda. Begitu juga sebaliknya, pada saat menjelang berbuka puasa, teman saya menemani mencari makanan disekitar Masjid Raya di Medan. Indah bukan kalau kita semua bisa saling menghormati meskipun berbeda agama dan Suku J

Balik lagi ke acara Hitam Putih. Malam ini (15 Juni 2016) mereka mengundang seorang ibu yang belum lama ini terkena razia karena membuka warung makan pada siang hari di bulan Ramadhan, hal tersebut melanggar Peraturan Daerah yang ada di Serang, Banten. Seluruh makanan yang ada di warungnya dibungkus dan diambil oleh Satpol PP yang bertugas. Dalam video tersebut, ibu tadi terlihat sedih dan akhirnya mengundang simpati netizen yang menggalang dana hingga 200 juta untuk diberikan pada ibu pemilik warung yang terkena razia.

Menurut cerita versi si ibu, sebenarnya beliau berjualan menyiapkan masakan untuk orang-orang yang mau berbuka puasa. Beliau sudah mulai memasak dari pukul 9 pagi hingga pukul 1 siang. Beberapa makanan yang sudah matang ditaruh dimeja warung, hanya saja beliau lupa menutup pintu setelah keluar dari membeli sesuatu. Hal itulah yang mungkin menyebabkan kalau ibu tersebut dikira melanggar Perda yang berlaku karena berjualan pada saat bulan Ramadhan.

Terlepas dari apakah cerita tersebut benar atau salah, apakah tindakan Satpol PP itu benar atau salah, yang terpenting adalah apakah membuka warung makan pada saat bulan Ramadhan itu salah?

Saya jadi teringat, beberapa tahun yang lalu saya melihat di televisi ada organisasi masyarakat yang mengacak-acak makanan disebuah warung makan yang buka disiang hari pada saat bulan Ramadhan. Semua makanan yang ada dilempar begitu saja. Dalam hati saya, melarang orang berjualan sih boleh saja tetapi kalau caranya dengan membuang-buang makanan yang ada, apakah itu bukan perbuatan yang berdosa? Setelah melihat kejadian itu, sebenarnya sudah lama saya ingin menulis tentang itu hehehehe tapi baru kesampaian sekarang.

Berdasarkan pengalaman pribadi saya tadi, sebenarnya jika kita sudah niat berpuasa meskipun dihadapan kita terhidang banyak makanan enak dan ada orang yang sedang makan, pasti kita akan kuat menahan godaan dan akan tetap berpuasa. Apalagi bagi orang yang sudah terbiasa puasa sunah Senin-Kamis, orang yang berpuasa lebih sedikit dari pada yang tidak berpuasa, toh mereka kuat saja menjalankan puasanya. Bahkan kalau tidak salah, pemain basket Michael Jordan dan pemain sepakbola Zidane tetap berpuasa meskipun mereka sedang bermain disebuah pertandingan (semoga saya tidak salah sebut nama dan berita, amin...).

Menurut saya, apabila Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah ataupun Organisasi Masyarakat mau menegakkan aturan larangan berjualan makanan pada saat bulan Ramadhan ada baiknya memperhatikan hal-hal berikut ini :

1. Negara kita berdasarkan PANCASILA bukan berdasarkan agama tertentu dan kita memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi satu jua sehingga suatu aturan jangan sampai hanya “membela” agama, suku ataupun golongan tertentu dan merugikan lainnya kecuali aturan tersebut memang dapat diterima oleh semua pihak.

2. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, tidak semua orang berpuasa pada saat bulan Ramadhan dan mereka tetap butuh makan pada siang hari. Mungkin ada yang akan bilang bahwa mereka bisa membawa bekal makanan yang dimasak dari rumah tetapi tidak semua orang sempat masak atau pun bisa masak, misalnya anak kos jadi mereka makan mengandalkan warung makan yang ada disekitarnya.

Saya jadi teringat sebuah kejadian yang menurut saya lucu. Minggu lalu saat akan menunaikan shalat Dzuhur di mushalla kantor, ada 2 perempuan berjilbab yang membawa mangkuk dan saya sempat mendengar salah satunya berkata “untung sudah selesai dari pada keburu ramai”. Dari kata-kata tersebut saya menduga kalau mereka baru saja makan siang di mushalla karena mungkin sedang haid. Yang menarik perhatian saya adalah mereka justru memilih makan di mushalla yang notabene merupakan tempat ibadah dari pada diruangan kerjanya atau di warung makan. Baiklah mereka melakukan itu karena menghormati orang lain yang sedang berpuasa atau bisa juga mereka malu karena tidak berpuasa, tetapi kenapa harus makan di mushalla?

3. Apabila melarang sebuah warung makan berjualan, harus dipikirkan bagaimana mereka mendapatkan penghasilan untuk biaya hidup keluarganya. Apakah yang melarang tersebut mau menanggung pendapatan yang biasa diperolehnya dari berjualan tersebut. Anda mungkin akan berkata kalau mereka tetap bisa berjualan pada sore hari menjelang berbuka puasa. Iya memang bisa saja tetapi ada beberapa makanan yang menurut saya lebih enak dinikmati pada pagi hari misalnya saja bubur ayam hehehe menurut saya makanan tersebut hanya cocok dimakan untuk sarapan di pagi hari.

Apapun pilihan anda, baik pro atau kontra tentang masalah warung makan yang tetap berjualan disiang hari pada saat bulan Ramadhan, yang terpenting adalah kita harus saling menghormati sesama manusia tanpa melihat Suku, Agama dan Golongan.

“Untuk mu agama mu, dan untuk ku agama ku”

 

Komentar

Tampilkan/Sembunyikan Form Komentar Please login to post comments or replies.