MENGAPA MAU “TERSIKSA” KARENA MUDIK?

E-mail Cetak PDF

Libur telah tiba... libur telah tiba... hore...hore...hore... begitulah kira-kira penggalan lagu Tasya beberapa tahun yang lalu. Yup seperti kita ketahui bersama, saat ini kita sudah memasuki masa liburan baik libur sekolah maupun libur bekerja untuk menyambut hari raya Idul Fitri bagi umat muslim. Tahun 2016 ini, libur lebaran dan cuti bersama lumayan cukup lama yaitu 9 hari, mulai tanggal 2 Juli sampai dengan 10 Juli 2016.

Di Indonesia, mudik sudah menjadi sebuah tradisi turun menurun dimana orang yang merantau akan “pulang kampung” untuk berkumpul bersama keluarga baik orangtua, istri, anak dan juga sanak saudara pada saat lebaran. Sejak Jum’at malam tanggal 1 Juli 2016, beberapa stasiun televisi sudah memberitakan dan menayangkan beberapa lokasi yang mengalami kepadatan penumpang dan juga kemacetan lalu lintas. Informasi lain yang diberikan adalah himbauan agar pemudik yang membawa kendaraan pribadi baik motor atau mobil untuk beristirahat dahulu ketika sudah lelah ataupun mengantuk. Hal ini penting dilakukan karena kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada umumnya akibat supir sudah lelah dan mengantuk.

Tidak banyak yang berubah seperti tahun-tahun sebelumnya, saat mudik merupakan saat dimana jalanan sangat padat dan macet oleh kendaraan bermotor, baik mobil, bis dan juga motor. Kepadatan juga terjadi di bandara, terminal bis, stasiun kereta dan pelabuhan kapal laut akibat adanya lautan manusia yang ingin mudik. Mereka harus antri dan berdesak-desakan selama berjam-jam lamanya hanya untuk bisa “terangkut” salah satu moda transportasi tersebut dan berkumpul bersama keluarganya sebelum lebaran.

 

Untuk saya pribadi, apa yang mereka lakukan membuat saya geleng-geleng kepala terutama para pemudik yang membawa anak-anak yang masih kecil dan juga bayi (kok tega ya membawa anak yang masih bayi untuk mudik apalagi menggunakan motor pada saat volume kendaraan dijalan sedang padat-padatnya). Mengapa mereka “rela tersiksa” secara fisik, mental/pikiran dan finansial?

Secara fisik sangatlah jelas, mengantri atau berdesakan dan terkena macet selama berjam-jam terutama ketika dilakukan pada saat berpuasa akan membuat tubuh menjadi lebih cepat letih dan lelah karena kita tidak makan dan minum. Apabila tidak sanggup berpuasa pada akhirnya akan membatalkan puasa, menurut saya sangatlah sayang membatalkan puasa pada saat bulan Ramadhan hanya tinggal beberapa hari lagi.

Secara mental/pikiran, ketika fisik kita lelah biasanya akan membuat pikiran kita juga ikut lelah. Ketika kendaraan kita tidak kunjung bergerak karena macet, atau saat moda transportasi yang akan kita naiki tidak kunjung datang maka disaat itu lah emosi bisa saja tiba-tiba meledak. Ditambah lagi apabila kita membawa anak-anak, mereka cenderung bosan dan mudah menangis sehingga akan menambah beban pikiran kita (ini berlaku bagi orangtua yang tidak tahan mendengar anaknya menangis hehehehe). Seringkali diberitakan, ketika ada pesawat yang delay (pada hari biasa) dapat menyebabkan penumpang emosi, mereka meluapkannya dengan memarahi petugas sambil menggebrak-gebrak meja.

Terakhir secara finansial. Pada saat lebaran, tiket kendaraan umum naik beberapa persen dari tarif normal pada hari biasa. Hal ini berkaitan dengan hukum pasar “semakin banyak permintaan, harga akan naik”. Siapa yang berani membayar mahal maka dia akan mendapatkan tiket mudik (begitu lah kira-kira). Namun meskipun harga tiket mahal dan berburu tiket penuh dengan perjuangan (karena banyak yang ingin membeli juga) tetap saja orang akan membelinya demi bisa pulang kampung. Padahal tiket yang dibelinya tidak hanya untuk dirinya sendiri, kadang untuk istri dan anak-anaknya.

Meskipun mahal bukan berarti kualitas pelayanannya juga membaik karena ketika banyak orang berdesakan, sangat sulit juga petugas untuk mengaturnya. Misal saja ketika naik pesawat, mungkin jadwal keberangkatan kita malam namun karena takut terkena macet dijalan menuju ke bandara maka kita datang beberapa jam sebelum jadwal keberangkatan. Pada akhirnya, jumlah penumpang yang menunggu dibandara menjadi sangat banyak padahal jumlah kursi yang bisa dipakai untuk duduk sangat terbatas. Kalau hari biasa, kita bisa nongkrong direstoran atau tempat-tempat makan dibandara (meskipun hanya beli kopi dan roti tapi kita bisa duduk berjam-jam hehehehe). Namun karena saat ini sedang puasa, apa mungkin kita duduk direstoran tanpa memesan apapun...bisa-bisa malah diusir oleh pelayan restoran itu.

Selain biaya transportasi, pada umumnya kita akan mengeluarkan uang ekstra untuk membawa oleh-oleh ataupun menyiapkan angpao untuk dibagikan kepada saudara dikampung. Entah dimulai dari kapan dan mengapa pada saat lebaran kita (harus) membagi-bagikan uang terutama pada anak-anak yang masih kecil. Biasanya kita membagikan uang pecahan 2.000 sampai 10.000 yang masih baru (tidak lecek, kumal dan masih wangi uang hahahaha) dan untuk mendapatkan atau menukar uang baru tersebut di bank kita juga harus rela mengantri. Memang dijalan banyak orang menawarkan jasa penukaran uang namun nilai yang ditukarkan tidak sama dan beresiko uang tersebut palsu.

Namun, yang namanya tradisi atau budaya kadangkala memang ada yang tidak masuk akal jadi meskipun tersiksa dan menderita (menurut saya), tetap saja banyak orang yang akan selalu melakukan mudik. Untuk itu, saya mencoba menempatkan diri saya sebagai pemudik dan menurut saya hal-hal inilah yang mendorong mereka untuk mudik :

1. Merantau. Alasan pertama yang mendorong seseorang untuk mudik karena dia seorang perantau yang tinggal jauh dari kampung halamannya (karena bekerja atau sekolah/kuliah) dan mungkin jarang pulang sehingga momen lebaran merupakan waktu yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga baik orangtua maupun istri dan anak.

2. Berziarah. Mengunjungi makam atau kuburan orangtua atau kakek dan nenek bisa menjadi alasan mereka yang merantau untuk melakukan mudik sehingga bisa membersihkan makam dan mendoakan mereka yang sudah meninggal. Memang yang namanya berdoa itu bisa dilakukan dimana saja namun ada kesan tersendiri apabila kita mendoakan langsung di depan makam. Selain itu, kegiatan membersihkan makam bisa menjadi salah satu wujud rasa berbakti dan sayang kita kepada orangtua atau kakek-nenek yang sudah meninggal. Kalau menurut (kepercayaan) ibu saya, jika makam dibersihkan maka orang yang meninggal akan merasa senang karena “tempat tidurnya” menjadi bersih dan terang.

3. Mempererat silaturahmi. Banyak orang yang menikah dengan orang diluar daerahnya baik karena bertemu di tempat kuliah, tempat kerja, acara musik ataupun seminar. Orangtua sekarang pun tidak membatasi anaknya untuk menikah dengan orang dari luar daerah atau suku yang berbeda. Ketika lebaran, banyak orang memanfaatkan momen ini untuk memperkenalkan suami/istri dan juga anak-anaknya kepada keluarga besar. Hal ini bertujuan agar anak-anak kita juga mengenal anak-anak dari saudara kita, supaya mereka mengenal saudara sepupunya sehingga mungkin suatu saat anak kita akan sekolah atau kuliah di salah satu kota tempat saudara kita tinggal, dia tidak akan merasa sendirian ataupun canggung karena sudah mengenal baik saudara dikota itu.

4. Rekreasi. Mudik bisa menjadi salah satu alasan untuk kita berekreasi ke tempat wisata bersama keluarga baik didalam kota maupun di luar kota (sekitar kampung halaman kita). Apabila di hari biasa kita selalu disibukkan dengan segala pekerjaan dan tidak sempat ketempat wisata, atau hanya bisa ke tempat wisata terdekat dengan tempat tinggal kita karena keterbatasan waktu libur maka ketika kita mudik, kita bisa mendatangi tempat wisata yang ada serta mencicipi makanan khas daerah tersebut. Melakukan perjalanan wisata dapat membuat pikiran kita kembali fresh dan beristirahat sejenak menjauh dari pekerjaan.

Apapun alasan anda melakukan mudik namun tetap harus memperhatikan keselamatan, kenyamanan dan kesehatan diri. Jangan terlalu memaksakan mudik pada saat padat apalagi jika anda membawa bayi hanya karena ingin lebih lama di kampung halaman. Kalau anda tidak peduli dengan diri sendiri, minimal fikirkanlah anak anda yang masih kecil. Bagi yang membawa kendaraan sendiri, patuhilah rambu-rambu lalu lintas dan beristirahatlah dahulu ketika sudah lelah dan mengantuk. Selamat mudik :)

 

 

Komentar

avatar Teakoes
0
 
 
Artikel ini selain saya posting di facebook juga saya share di WA group untuk sekedar meminta masukan dan ternyata ada yang merespon.
Teman jemputan saya ada yang menuliskan bahwa salah satu alasan mengapa mudik adalah karena saat lebaran bisa ketemu makanan kesukaan seperti sambal goreng kreni dan opor ayam kampung yang sangat enak hehehehe saya tidak kepikiran kalau makanan bisa menjadi alasan mengapa orang bersusah payah untuk mudik :)
Alasan tersebut ada benarnya juga karena bagi mereka yang merantau (dan biasanya menjadi anak kos) sehari-hari hanya makan masakan warung (atau yang keren sedikit restoran) yang notabene masakan orang lain. Ketika pulang, mereka akan merasakan nikmatnya masakan ibu ataupun istrinya dan bisa makan bersama, suatu kenikmatan yang tiada duanya.
Selain itu, dibeberapa daerah tertentu terdapat "bumbu masak" rahasia berupa rempah-rempah yang apabila bumbu tersebut diganti dengan bumbu yang lain, akan menjadi berbeda rasanya karena bumbu (yang biasanya berupa tanaman) hanya tumbuh dan berkembang didaerah itu saja.

Berbeda dengan pendapat teman kuliah saya, dia bilang alasan mudik karena ingin reuni dengan teman-teman lama baik teman bermain di tempat tinggalnya dulu maupun teman-teman sekolahnya.

Ada yang mau atau bisa menambahkan lagi?
avatar mposports
0
 
 
Wah, baru tahu setelah baca postingan ini. Semangat min....
avatar attayaya
0
 
 
bersilaturahmi dg keluarga
Tampilkan/Sembunyikan Form Komentar Please login to post comments or replies.