Dewasa ini, fenomena penglaju atau commuter semakin jelas terlihat terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga menjadi pusat perekonomian dimana gedung-gedung perkantoran baik negeri maupun swasta banyak terpusat disini. Kepadatan jumlah penduduk akibat arus urbanisasi dan tingginya angka kelahiran yang tidak diimbangi dengan penyediaan lahan pemukiman menyebabkan harga tanah dan rumah menjadi sangat mahal, hal ini sesuai hukum pasar dimana permintaan (atau kebutuhan akan rumah) bertambah maka harga akan mahal. Pada akhirnya, banyak orang (terutama yang sudah berkeluarga) akan mencari pemukiman/perumahan di luar kota Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi karena relatif masih terjangkau harganya. Konsekuensinya adalah jarak yang harus ditempuh dari tempat tinggal menuju tempat bekerja menjadi semakin jauh sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk tiba di kantor.
Sebelum saya lebih lanjut bercerita, ada baiknya kita mengetahui definisi dari penglaju atau commuter karena saya yakin sebagian dari anda masih asing dengan kata penglaju atau commuter. Dalam kamus sosiologi hal. 80 *), commutation adalah perjalanan yang dilakukan secara tetap antara daerah-daerah pemukiman di pinggir kota dengan pusat kota untuk kepentingan pekerjaan. Dari kata tersebut, commuter saya artikan sebagai orang yang pulang pergi setiap hari dari daerah pemukimannya di pinggir kota menuju pusat kota untuk bekerja.
Berdasarkan definisi tersebut, mungkin salah satu dari anda dan bahkan saya sendiri adalah seorang penglaju dimana setiap hari kita harus berangkat pagi-pagi bahkan sebelum matahari terbit dan baru tiba di rumah pada malam hari dimana matahari sudah terbenam. Hal itu dilakukan untuk menghindari kemacetan lalulintas yang semakin tidak bersahabat, disamping adanya tuntutan untuk tiba tepat waktu di kantor apabila tidak ingin mendapat teguran dari atasan. Akibat dari perjalanan jauh yang harus ditempuh dan kemacetan lalu lintas yang tidak bisa diprediksi terutama pada saat hujan ataupun terjadi kecelakaan lalulintas, ada 2 (dua) hal menyiksa yang mungkin pernah anda dan juga saya alami yaitu kita harus menahan buang air kecil dan rasa lapar karena belum sempat sarapan apalagi dalam keadaan berdiri selama berjam-jam
Diantara para penglaju tersebut, ada yang beruntung karena memiliki/membawa kendaraan sendiri (seperti motor atau mobil) ataupun memperoleh fasilitas bis/mobil jemputan dari kantor sehingga lebih nyaman karena tidak perlu berdesakan dan menghemat biaya untuk transportasi. Meskipun demikian tetap saja ada kendala yang harus dihadapi misalnya betapa repotnya mengendarai motor pada saat hujan, tubuh dan pikiran lelah karena harus selalu berkonsentrasi dan jangan sampai mengantuk pada saat mengendarai motor/mobil agar tidak terjadi kecelakaan. Bagi mereka yang ikut bis/mobil jemputan, apabila datang terlambat meskipun hanya satu menit dari waktu yang telah disepakati akan dianggap tidak ikut dan ditinggal oleh bis/mobil jemputan sehingga pada akhirnya harus menggunakan transportasi umum.
Sebagian penglaju harus menggunakan jasa transportasi umum seperti bis dan kereta api. Pada saat jam sibuk, jumlah penumpang lebih banyak dari pada jumlah kendaraan yang tersedia sehingga mereka harus bersaing dengan penumpang lain untuk memperoleh tempat duduk. Demi mengejar waktu, banyak yang terpaksa naik meskipun harus berdiri dan berdesakan dengan penumpang lain. Situasi dan kondisi tersebut biasanya dimanfaatkan orang-orang tertentu untuk melakukan tindak kejahatan seperti pencopetan dan pelecehan seksual (baca juga : Pelecehan seksual ada dimana-mana).
Hal lain yang terjadi ketika berdesakan dalam transportasi umum adalah orang cenderung bersikap cuek atau masa bodoh. Salah satu contohnya adalah meskipun kita melihat ada wanita hamil atau manula yang tidak mendapat tempat duduk, kita justru (pura-pura) tidur atau sibuk dengan handphone/blackberry untuk sekedar sms ataupun membuka fasilitas yang tersedia didalamnya. Hanya sedikit orang yang dengan sukarela menyerahkan kenyamanan kursinya untuk wanita hamil dan manula tersebut. Berbagai alasan dikemukakan seperti capek jika harus berdiri dalam jangka waktu yang lama, masih mengantuk sehingga lebih baik tidur di kursi yang telah kita tempati dan sebagainya.
Selain hal-hal tersebut, ada hal lain yang biasanya kita korbankan sebagai seorang penglaju terutama bagi yang sudah memiliki buah hati yaitu terbatasnya waktu bermain bersama anak. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kita biasanya berangkat pagi-pagi sebelum matahari terbit dimana ada kemungkinan anak kita belum bangun dari tidur lelapnya, kemudian kita baru akan tiba dirumah pada malam hari saat matahari sudah terbenam. Meskipun anak kita mungkin belum tidur, namun rasa lelah dan penat karena seharian bekerja dan menghabiskan waktu diperjalanan dengan berbagai macam persoalan dan permasalahan yang ada, adakalanya membuat kita malas untuk mengajak anak bermain ataupun sekedar mengajaknya mengobrol untuk menanyakan aktivitas yang sudah dilakukannya hari ini.
Meskipun kadang kita menyadari betapa beratnya menjalani kehidupan sebagai seorang penglaju, namun susahnya memperoleh pekerjaan pada saat ini membuat kita mengurungkan niat untuk berhenti bekerja dan mencoba beralih menjadi seorang entrepreneurship atau wirausahawan. Adanya ketakutan akan gagal dalam berwirausaha yang dapat menyebabkan kita kehilangan penghasilan sehingga tidak dapat menafkahi keluarga, membuat kita lebih nyaman menjadi pekerja kantoran dengan gaji yang tetap mengalir setiap bulannya.
Apapun pilihan anda, jalani saja hidup ini dengan penuh riang gembira dan selalu bersyukur kepada Tuhan atas segala karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita semua.
*) Kamus Sosiologi, Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, cetakan ketiga, Agustus 1993
Komentar
salam kenal.
apalagi dgn melihat fenomena kemacetan yg semakin parah saat ini, aku rasa akan menambah rasa frustasi bagi orang2 yg tinggal hidup di kota.. apakah pemerintah tdk bs memberikan solusi yg tepat guna menghindari arus lalu lintas yg macet yg membwt seseorang terasa jd penat dgn melakukan rutinitas yg membosankan seperti itu. sepertinya pemerintah hrs punya konsep masa depan yg jauh lebih baik dalam hal tata kota yg indah dan lancar. ini tugas berat yg perlu di pikirkan dan perlu di realisasikan.
tinggal menghitung waktu saja....