Apakah anda masih ingat atau sudah mengetahui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sempat disosialisasikan beberapa waktu yang lalu? Dikeluarkannya Undang-undang tersebut sempat membuat resah masyarakat pengguna jalan terutama pemilik kendaraan bermotor karena sanksi atau denda yang dikenakan atas satu pelanggaran dianggap terlalu memberatkan. Selain itu ada beberapa peraturan yang dianggap rancu karena tidak jelas maksudnya.
Saya tidak akan membahas masalah yang berkaitan dengan pengguna kendaraan bermotor namun saya tertarik untuk membahas tentang pejalan kaki yang kerap tidak memanfaatkan jembatan penyeberangan ketika menyeberang jalan padahal fasilitas tersebut telah disediakan.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Bagian Keenam disebutkan mengenai Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki dalam Berlalu Lintas.
Pasal 131
(1) Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
(2) Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
(3) Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
Pasal 132
(1) Pejalan Kaki wajib:
a. menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
b. menyeberang di tempat yang telah ditentukan.
(2) Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.
(3) Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain.
Kedua pasal tersebut telah mengatur tentang hak dan kewajiban pejalan kaki dengan jelas namun berdasarkan pengamatan sepintas yang saya lakukan, masih sering saya jumpai pejalan kaki yang tidak memanfaatkan jembatan penyeberangan ketika menyeberang jalan sehingga dapat mengganggu arus lalu lintas. Adakalanya ketika lampu lalu lintas sudah menyala hijau dan beberapa kendaraan bermotor sudah mulai berjalan namun (mungkin) merasa tanggung karena sudah berada di tengah jalan, ada pejalan kaki yang tetap nekat menyeberang. Hal tersebut selain mengganggu pengguna kendaraan bermotor juga bisa membahayakan jiwanya karena bisa saja tertabrak. Hal ini juga berlaku pada jembatan penyeberangan yang berada diatas lintasan rel kereta api. Mungkin anda pernah mendengar atau bahkan melihat ada orang yang tertabrak kereta api akibat nekat melintasi rel tersebut karena enggan memanfaatkan fasilitas jembatan penyeberangan yang telah disediakan.
Secara subyektif, menurut saya hal-hal yang mendasari mengapa banyak pejalan kaki yang enggan menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan adalah :
Menyeberang dengan menggunakan jembatan penyeberangan membuat lelah atau capek, hal ini mungkin menjadi alasan bagi pengguna jalan yang sudah tua dan wanita hamil karena merasa tidak mampu untuk menaiki ataupun menuruni tangga penyeberangan yang dianggap cukup tinggi sehingga lebih memilih jalan pintas.
Ingin cepat atau praktis, bagi mereka yang memilih alasan ini (meskipun bukan orang tua atau wanita hamil) menyeberang jalan melalui jembatan penyeberangan membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga bila ada jalan pintas dan lebih cepat untuk sampai ketempat tujuan, kenapa tidak dimanfaatkan.
Ikut-ikutan, Mungkin pada awalnya anda tidak berniat menyeberang secara sembarangan namun karena anda melihat ada banyak orang yang menyeberang tidak menggunakan jembatan penyeberangan maka andapun akhirnya tertarik untuk mengikuti langkah mereka karena anda pikir itu dilakukan secara beramai-ramai sehingga jika tindakan tersebut dianggap melanggar peraturan, anda tidak akan dihukum sendirian. Mungkin hal ini juga yang mendasari mengapa banyak korupsi yang dilakukan secara berjamaah
Memanfaatkan situasi lalu lintas yang sedang padat, Pada jam-jam tertentu adakalanya jalan raya menjadi sangat padat sehingga kendaraan bermotor tidak dapat bergerak. Situasi inilah yang dimanfaatkan pejalan kaki untuk menyeberang karena mereka menganggap tidak akan mengganggu arus lalu lintas yang memang sedang padat. Namun sebenarnya hal tersebut justru memperparah kemacetan lalu lintas yang tengah terjadi. Mengapa demikian? Pada saat anda menyeberang, pada saat itu pula ada mobil atau motor yang akan jalan karena mobil atau motor didepannya memang sudah bergerak namun dengan adanya anda di tengah jalan maka mobil atau motor tersebut harus menghentikan kendaraannya. Itu contoh jika satu orang yang menyeberang, bayangkan bagaimana jika yang menyeberang lebih dari satu orang, berapa kali pengendaraan mobil atau motor tersebut harus mengerem mendadak padahal jika ada pejalan kaki yang tersenggol atau tertabrak maka biasanya pihak pengendara kendaraan bermotorlah yang akan disalahkan.
Terlalu ramai dengan pedagang, Dibeberapa jembatan penyeberangan memang ada yang dipergunakan sebagai tempat untuk menjajakan barang dagangan, hal ini bisa mengganggu kenyamanan penyeberang jalan karena jalan menjadi sempit dan ramai dengan pedagang serta pembeli yang kebetulan tertarik dengan barang dagangan yang sedang dijajakan disana sehingga mereka harus berdesak-desakan. Hal yang mungkin terjadi dalam situasi tersebut adalah adanya pelaku pencopetan dan pelecehan seksual.
Terlalu sepi, Kebalikan dari alasan sebelumnya, jembatan penyeberangan yang terlalu sepi juga bisa membuat penggunanya merasa tidak nyaman karena tempat yang sepi rawan akan kejahatan terutama bagi kaum hawa.
Tidak adanya hukuman denda atau tilang, Sejauh yang saya baca di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tersebut tidak saya temui adanya pasal yang mengatur tentang tindak pelanggaran yang dilakukan oleh pejalan kaki (jika saya salah mohon dikoreksi) sehingga pejalan kaki merasa bebas untuk mempergunakan jalan yang ada. Menurut saya, penegak hukum hanya fokus pada pengguna jalan yang menggunakan kendaraan bermotor seperti mobil, motor ataupun kendaraan umum lainnya.
Namun hal tersebut bukanlah satu-satunya faktor penyebabnya karena meskipun sudah ada peraturan yang mengatur tetap saja banyak kita temui pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan peraturan lalu lintas. Salah satu contohnya adalah kesadaran masyarakat terhadap penggunaan helm standar. Sejauh ini kesadaran pengendara motor dalam menggunakan helm masih terbatas apabila jalan yang dilaluinya dijaga oleh polisi, mereka belum menyadari bahwa helm memiliki fungsi yang bermanfaat untuk melindungi nyawa mereka apabila terjadi kecelakaan lalu lintas.
Hal-hal yang telah dikemukakan diatas mungkin ada yang benar tapi tidah menutup kemungkinan juga salah, anda boleh setuju maupun tidak setuju dengan pendapat saya diatas karena tulisan ini berdasarkan penilaian subyektif saya sebagai pejalan kaki. Jika ada yang tertarik untuk membuat penelitian tersebut, jangan lupa untuk membagi informasi hasil penelitiannya kepada saya sehingga saya menjadi tahu apa sebenarnya alasan orang enggan memanfaatkan jembatan penyeberangan.
Komentar
of the points you have made.
Check out my homepage - http://www.kawankurniatour.com/2014/07/pilihan-paket-w isata-di-karimu njawa.html" rel="nofollow" target="_blank">paket wisata karimunjawa murah
gw plng gk suka naek2 jembatan :-)
jrg naek jembatan ^_^